Photo by Harli Marten on Unsplash |
Sahabatku (S): "Hmm."
A: "Segala sesuatu yang terjadi pada kita, baik ataupun buruk, pasti berlalu. Yang tersisa hanya ingatan bahwa dulu kita pernah sangat bahagia atau sangat sedih. Lalu ingatan itu pun nantinya akan memudar."
S: "Hmm."
A: "Segala prestasi, penghargaan, pencapaian, setelah terlewat tidak akan menyisakan apapun. Lalu pengetahuan, apa gunanya pengetahuan, selain membuatmu memandang bahwa dunia ini cuma begini-begini saja?"
S: "Jadi menurutmu hidup ini tak ada gunanya?"
A: "Ya."
S: "Begini deh. Kau masih mau nonton film bagus?"
A: "Mau."
S: "Masih mau dengar Miles Davis, Thelonious Monk, West Montgomery?"
A: "Mau."
S: "Masih mau minum kopi yang enak-enak?"
A: "Mau."
S: "Masih mau jalan-jalan ke tempat-tempat baru?"
A: "Mau."
S: "Berarti hidupmu sesungguhnya tak buruk-buruk amat."
Lalu aku tertawa untuk pertama kalinya dalam hari itu.
Kok bisa berubah dari eksistensialis jadi hampir nihilis? Berat juga sih ya?
ReplyDeleteAnon1
Hehe. Anggep aja otak lagi kecengklak. Tapi pada dasarnya hidup ini masih indah kok.
ReplyDeleteIya, santai aja. Kadang memang kayak pendulum, kadang bergerak ke kiri ke kanan.
ReplyDeleteAnon1
Dan mungkin memang harus begitu, ya? Bagian dari dinamika menjadi manusia. Kata 'menjadi' itu sendiri adalah sebuah proses yang tak pernah final.
ReplyDelete